Hi quest ,  welcome    

ADA APA DENGAN JALUR 139 Km ???

Written By cidaun on Wednesday, 15 June 2011 | 08:35

Ya Jalur 139 Km adalah jalur yang harus ditempuh apabila kita berangkat dari Cidaun menuju Cianjur (atau sebaliknya). Sudah lama sekali memang saya tidak melewati jalur itu, tapi belum lama ini akhirnya saya kembali melewati jalur itu dengan menggunakan sepeda motor.


Meureun berhubung sudah lama ga lewat situ, ada hal-hal yang menarik dan entah ini baik atau buruk di sepanjang jalan antara Cidaun-Cianjur. Setidaknya ada dua hal menarik, diantaranya :
1. Jalan nu beuki Butut
    Memang definisi "Jalan Butut" itu seperti apa hanya para ahli tentunya yang tahu, tapi minimal ini hanya berdasarkan apa yang saya rasakan saja. Jaln yang butut teh : jalan nu berlubang dimana-mana, jrag jrig jrug, tidak ada pilihan (padahal hanya untuk sebesar ban motor sekalipun), Kubangan dimana. Memang tidak semua jalur jalan-na butut, dan saya juga tidak menghitung dan mempresentasikan apakah lebih banyak jalan yang butut atau bagus. Tapi memang kalau di kalkulasikan lebih banyak bagian jalan yang "BUTUT" dibanding nu "ALUS".


2. Suasana Jalan Lebih Rame dibanding Sebelumnya
    Suatu catatan bagi saya dan sangat terasa adalah suasan jalan yang jauh lebih rame dengan kendaraan dibanding sebelumnya. Memang saya tidak menghitung berapa kendaraan yang lewat setiap menitnya. Tapi hal ini sangat terasa. Yang membuat lebih miris adalah bahwa "sangat banyak TRUK dengan merk "HINO" yang melalui jalur tersebut. Truk tersebut ber-plat nomor "B" dan ada yang menuju Cianjur maupun sebaliknya. Rupa-rupa warnanya (siga Balonku pokona mah), aya nu koneng, beureum, hejo. Saya seh menduga itu dari perusahaan yang sama, karena d kaca-nya terdapat tulisan yang sama.


Catatan penting lainnya adalah, ada di bagian jalan-jalan tertentu (Contoh di daerah Kecamatan Tanggeung), yang bagian tanah-nya di keduk habis (jadi rata), pakai alat berat pula.


Dugaan sementara saya adalah bahwa truk-truk yang lalu lalang di jalanan adalah truk yang mengangkut berbagai sumber daya alam dari daerah selatan menuju perkotaan, baik berupa tanah, kayu, pasir besi dan lainnya (da kalotor gening truk-na ge)


Dari tulisan diatas, ada beberapa pertanyaan dan pernyataan dibalik hati saya, diantaranya :

  1. Apakah selama ini yang bisa dijual dari daerah selatan (pakidulan) hanya sebatas sumber daya alam ataupun masih berupa bahan baku yang berupa di olah ? konsekuensi dari hal ini adalah nilai jual murah dan tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi
  2. Sepertinya ada korelasi antara banyaknya kendaraan yang lewat (terutama truk-truk) dengan kondisi jalan yang semakin buruk.
  3. Apakah sebanding pendapatan yang diperoleh dengan kerusakan yang telah ditimbulkan ?
  4. Apakah kita hanya sebatas daerah yang terus terusan di keruk sumber daya alamnya dan ditinggalkan begitu saja apabila sumber-sumber tersebut telah habis ?
  5. Lalu dimana posisi kita ?
  6. Sebenarnya saya malas harus berbicara itu ini tentang pemerintah (malu siga politikus wae lah), tapi Apakah pemerintah sendiri tidak menghitung secara luas dan dalam jangka waktu lama mengenai berbagai keuntungan dibanding keburukannya terutama yang berkenaan dengan kebijakan yang dilakukan ?
  7. Mau di Apakan Kampung Saya ???
Tentu semua ini adalah pertanyaan buat diri saya snedir yang mudah mudahan mendapat pencerahan dari berbagai fenomena yang terjadi selama ini..

Mudah mudahan ada perbaikan

ieu mah ibaratna omongan urang kampung nu bau "peuteuy"...


08:35 | 0 komentar