Hi quest ,  welcome    

Gaya, TAPI Ga Punya Apa Apa, Buat APA ??

Written By cidaun on Wednesday, 22 September 2010 | 08:52

Liburan Idul Fitri kemarin Alhamdulillah bisa ada di tengah tengah keluarga dalam jangka waktu yang relatif panjang, ya serba enak lumayan makan tinggal 'am', lauk tinggal 'nguseup', dan tentunya semua itu gratis, pokoknya makmur, indikatornya minimal bisa dilihat dari perut yang semakin membuncit (ah keun bae, tanda-na senang meureun).

Berawal dari ada yang datang ke rumah, ya bisa dibilang masih saudara. ternyata dia menawarkan sebidang tanah untuk dibeli, lumayan luas hampir 1 Ha (1 Ha mah sigana bisa dibuat lapang terbang meureun nya, tapi lapang terbang jang 'papatong;, da jang kapal terbang mah moal muat coy). Secara otomatis saya dan Bapak saya meresponnya, karena kan pemikiran sederhananya harga tanah mah Insya Alloh tidak akan turun, jadi bisa untung mun di jual deui oge. Tapi saya sendiri selain antusias bertanya tentang tanahnya, disisi lain juga ada rasa bingung, ya karena memang ga punya uang alias teu boga duit. Tapi ga apa apa yang penting tahu aja dulu lokasi tanahnya dimana dan prospeknya seperti apa. Akhirnya saat itu juga diputuskan untuk kangsung survey ke lokasi tanah yang akan di jual.

Lokasi tanah ada di daerah Cijambe (sebrang lapang Jayanti), lumayan masuk kedalam, sebenarnya saya sebagai warga asli Cidaun asa 'kakarek' masuk daerah eta mah, lumayan jadi c bolang. akses bisa naek motor, setelah itu harus berjalan kaki sekitar 15 menit (sayang sekali ga di poto). Alhamdulillah pas nyampe d lokasi ternyata memang ga terlalu jauh dan terlihat hamparan tanah kosong yang telah ditumbuhi ilalang yang lumayan luas, katanya luasnya d blanko sekitar 80 are dan deal untuk di jual seharga 36 juta (ada yang berminat??tapi tunggu dulu, saya juga berminat atuh liat tanah segitu luas dengan harga miring mah, katanya yang punya tanah Insya Alloh mau berangkat haji, Amiiin).

Nah, dari sinilah cerita yang berkenaan dengan judul tulisan ini dimulai, ternyata tanah tersebut di sana sini dibatasi oleh pohon-pohon kayu, diantaranya pohon jati (sudah pada tahu meureun yah, pohon jati mah terkenal juga dengan harganya yang selangit), terus ada juga pohon kayu jenis jenjen (lumayan laku, karena ga terlalu mahal), pohon-phon tersebut jumlahnya suaaaangat banyak, mungkin bisa mencapai ribuan, tersusun rapih, terawat dan lumayan sudah besar (mungkin sekitar 3-4 tahun lagi bisa ditebang untuk pohon jenjen), namun sayang sekali di tanah yang akan di jual itu tak satupun ada pohon kayu yang bernilai ekonomis. Sejujurnya saya juga baru menginjak daerah tersebut dan lumayan kaget, ternyata banyak juga pohon kayu yang bernilai ekonomis seperti itu.

Sekarang bayangkan !!! ini adalah perhitungan optimis saya mengenai nilai pohon-pohon tersebut :

POHON JENJEN

- Misal 1000 pohon
- Harga 1 kubik sekarang saja mencapai Rp 800.000, Misal pas dipanen harganya bisa naik mencapai Rp 1.000.000
- 1 kubik biasanya membutuhkan 2 pohon jenjen
- Jadi 1000 pohon bisa mencapai 500 kubik
- Kemudian 500 kubik x 1.000.000 = Rp 500.000.000
Dengan demikian untuk 4-5 tahun ke depan pemilik lahan tersebut Insya Alloh dapet uang Rp 500.000.000 (jumlah yang luarrrr biasa untuk ukuran saya dan di cidaun tentunya)

POHON JATI
- Pohon jati hitungannya lebih fantastis lagi (tapi memang membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di panen, katanya bisa mencapai 30-40 tahun, ga tau masih hidup atau ga tuh yang nanam pohon, tapi ga apa apa buat warisan anak cucu)
- harga 1 kubik jati bisa mencapai 2.000.000 saat ini (bayangkan 20 tahun ke depan, berapa harga kayu tersebut, Misalnya Rp 4.000.000 per kubik
- Pohon jati katanya 1 kubik membutuhkan 1 pohon
- Jadi ada sekitar 1000 pohon, maka 1000 x Rp 4.000.000 = Rp 4.000.000.000 ( 4 Milyar).,.wah wah wah wah

Kecendrungannya semakin nanti, pohon kayu semakin berkurang sementara permintaan mungkin semakin meningkat.

Setelah itu, saya tergerak untuk bertanya, Siapakah pemilik lahan yang ada pohon-pohon kayu tersebut ???
Ternyata pemilik lahan yang ada pohon kayu tersebut adalah seseorang yang memang saya kenal, yang kesehariannya terlihat seperti tidak punya aktivitas rutin, berpenampilan seadanya, paling juga setiap pagi terlihat dengan pakaian bututnya membawa cangkul dan tanpa alas kaki (entah mau pergi kemana). 

Dari situ saya lumayan merinding dan malu terhadap diri sendiri, ternyata orang yang saya anggap ga ada apa-apanya (sangat sederhana), tapi ternyata memiliki aset jangka panjang yang luar biasa, sementara saya yang merasa rada gaya, sepeser pun tidak punya aset jangka panjang, memang hidup bak sebuah roda yang terus berputar, bisa adi orang tersebut menjadi orang kay yang luar biasa dengan asetnya karena pandai mengelola masa depan dan asetnya.

Berbeda dengan orang-orang yang ada disekitar tempat tinggal saya yang terlihat sangat sangat gaya misalnya dalam hal penampilan, cenderung pamer belanja dengan jumlah yang tak terkira, berbagai fasilitas mentereng seperti ingin terlihat tetangga, prilaku konsumtif. Tapi tidak memili aset untuk masa depan.

Kasarnya mah 'Hirup nu penting gaya jeung seubeuh jang poe ieu, teu mikir jang isukan', isukan mah kumaha isukan we...tah sepertinya ola hidup seperti ini yang dapat menyebabkan 'Tragedy of Common' mun ceuk basa lingkungan nu gaya-na mah meureun

Pas pulang, saya coba berdiskusi dengan Bapak saya, dan memang benar bahwa lingkungan disini mah dari dulu seperti itu, pola hidup konsumtif yang kurang memikirkan hari esok, biar jelas saya sebut nama kampung tempat saya tinggal adalah Kp. Kaum. katanya mau jual apapun ke daerah kaum mah, pasti laku dan habis.

Malu terhadap diri sendir dan harusnya bercermin,'gaya we di heulakeun, ari otak molompong, banda teu boga'. terlihat seperti orang kaya, padahal ga punya apa-apa. mending juga jadi jiwa yang sederhana. seadanya, tidak mementingkan gaya, tapi otak berisi, dan banda dimana-mana.

Intinya adalah :
1. Yuk ah ayeuna mah tong ngaheulakeun gaya, padahal ga punya apa-apa
2. Mending jadi jiwa sederhana tapi punya pemikiran ke depan, siapkan aset sebaik mungkin
3. Orang yang terlihat sangat sederhana, lusuh, kumel, belum tentu sesuai dengan penilaian kita, siapa tahu dibalik itu semua dia menyimpan berbagai kelebihan dibanding kita
4. Don't judge book by its cover
5. Di dalam ilmu fisika, gaya adalah apapun yang dapat menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami percepatan.. Gaya memiliki besar dan arah.
Jadi meureun mun rek Gaya, harus memiliki besar dan arah. Besar dalam hal pola pikir dan Arah yang jelas (teu nyambung nya..hehe)

Punten ah
by : KCB (Ketika Cidaun Bertasbih)
08:52 | 3 komentar

JANGAN TANYAKAN SEMANGAT PADA KAMI......

Written By cidaun on Tuesday, 21 September 2010 | 10:55


Sepintas kalau membaca judul tulisan ini diatas, memang terasa asa gaya teuing, tapi teu nanaon, supaya rada gaya siga wartawan. karena memang saya adalah wartawan (wartawan = pewaris harta Pa wawan, lumayan harta nu diwariskeun berupa gigi palsu yg ditemukan di citihuk..stop ah). Kembali saya membuat tulisan ini lagi-lagi terinspirasi dengan perjalanan yang sering saya lakukan melewati terjalnya batu-batuan dalam perjalanan bandung-cidaun (lewat ciwidey). Sebelumnya saya ingin pamer beberapa alternatif jadwal perjalanan saya biar gaya :

- dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Minggu siang
- dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Senin pagi
- dari Bandung Minggu pagi, pulang dari Cidaun Minggu Siang (hari itu juga)
- dari Bandung Sabtu, terus lama ga balik balik lagi ke Bandung (da tijurahroh ka jurang, jd perlu pemulihan)

Nah, tulisan ini sangat terinspirasi oleh jadwal perjalanan yang warna merah diatas (yaitu - dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Senin pagi). Tanya Kenapa ??? (Emang kenapa, kenapa ih pengen tau....alay tea gening)
Karena eh karena, judi itu DILARANG,, eh salah. ini yang benar : Karena ternyata kalau saya pulang lagi dari Cidaun hari Senin pagi atau bahkan subuh, maka di jalan saya bakal banyak berpapasan dengan murid-murid sekolah baik dari tingkat SD - SMA yang sedang berangkat ke Sekolah. Sekilas memang tidak ada yang istimewa ataupun Ruarrr Biasa. 

Tapi tunggu dulu,

Pikiran saya langsung berfikir, ketika murid-murid sekolah di kota menggunakan moda transportasi umum (angkot) untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh ke sekolahnya. tapi berbeda dengan wilayah cidaun dan sekitarnya, karena memang belum ada moda transportasi umum (angkot) kecuali ojeg itupun mahal. jadi mereka kebanyakan berjalan kaki untuk dapat sampai ke sekolah. yang membuat saya 'gogodeg' ternyata jarak antara rumah ke sekolahnya tidak jarang mencapai 1 km - 5 km.

Kebetulan saya sendiri dulu waktu sekolah di tingkat SMP, setiap pagi harus mencapai jarak kurang lebih 1 km (antara kaum - kertajadi) (mun ayeuna mah kudu jalan kaki ti kaum ka kertajadi haroream teuing, kajeun beunghar). tapi saya sendiri masih bersyukur apabila dibandingkan teman-teman se-angkatan lainnya yang harus menempuh jarak yang lebih jauh. Misalnya ada teman saya yang harus menempuh jarak kurang lebih 5 km dengan jalan kaki ke SMP (pelabuhan jayanti - kertajadi), terus ada juga yang harus menempuh jarak kurang lebih 7 km dengan jalan kaki (Cijamu - kertajadi), pernah dulu saya bertanya kepada mereka, ternyata mereka harus harus sudah berangkat ke SMP dari jam 5 pagi (itupun dengan medan yang lumayan menakutkan, kala zaman itu mah). Belum lagi kalau pas hari Selasa karena hari selasa adalah pasar mingguan), jadi sangat menakutkan ketika harus melewati jembatan gantung peninggalan Belanda sepertinya (karena memang saat itu jembatan satu-satunya hanya itu dan panjang pula), karena pas hari pasar banyak yang melewati jembatan tersebut, yang pasti bergoyang alias 'oyag' (kabayang mun runtuh eta sasak, tos tinggal nami we sigana mah) 

Memang tak ayal, akibat jauhnya rute perjalanan yang jauh dan ditempuh dengan jalan kaki, jadi pas sampai ke sekolah yang ada adalah capek dan ngantuk (dan yang membuat mengganggu adalah 'barau kelek', da meureun saking jauh-na jadi weh kesangan, kecuali saya, da saya mah harum mewangi dan tidak jorok karena sering membantu Ibu,,teu nyambung jek).

Berikutnya ketika perjalanan saya pas melewati daerah Cijamu - Wangun, maka banyak dijumpai murid berseragam SMP, mereka harus berjalan kaki sekitar 4 km menuju SMP, saya tahu 4 km karena saya coba menghitung indikator 'km' pada motor saya (bangga boga motor butut ge). Memang kadang-kadang mereka sok megat, ya nyari tumpangan gratis. Sebagai orang yang berjiwa sosial tinggi (padahal mah wadul), saya juga sok terketuk hati dan mengangkut sampai di sekolah (namun sayang sekali,hingga saat ini belum pernah ada murid cewe nu megat, pada jararaim lah atau sieuneun meureun nya).

Selain itu juga ketika sampai di daerah Kecamatan Naringgul banyak murid yang berseragam SMA, rupanya meeka akan berangkat sekolah ke daerah Balegede, rupanya tidak dsangka tidak diduga, jarak Naringgul - Balegede kurang lebih 7 km, itupun dengan medan yang mananjak dan menurun (matak coplok tuur).

Makanya mungkin mengapa pendidikan di cidaun kala itu tidak terlalu bisa bersaing dengan kecamatan lainnya yang notabene berada di daerah perkotaan, mungkin ya salah satunya karena faktor jarak dan medan yang harus ditempuh menuju ke sekolah (ah nyanyahoan we ieu mah). karena dengan jarak yang lumayan jauh dan ditempuh dengan berjalan kaki, maka ketika sampai disekolah yang dirasakan adalah capek dan ngantuk (tapi mungkin tidak semua nya), kasarnya boraah rek mikiran mata pelajaran nu diajarkeun, awak ge masih raringsek keneh, belum pas pulangnya sekitar jam 2 dari sekolah maka bisa-bisa sampai di rumah sekitar ashar atau lebih (wah iraha diajarna nya, komo deui nu can masuk listrik mah pake cempor meureun nya, kabyang hararideung we meureun liang irung teh, punten ah).
Tapi buat saya sendiri sebagai warga asli, tulen, pituin Cidaun, hal yang diutarakan diatas justru sebuah pelajaran bahwa dengan berangkatnya kita ke sekolah minimal punya SEMANGAT yang luar biasa dan bisa dikatakan sebuah perjuangan yang tidak biasa untuk memperoleh pendidikan.

(Jembatan Cidamar saat ini)
Tapi saya juga mencoba mengamati keadaan sekarang, dimana Insya Alloh kehidupan sekarang lebih baik, dimana akses jalan sudah lumayan bagus (rada diaspal, meskipun butut keneh), terus jembatan yang sudah permanen, dan yang tidak kalah pentingnya ternyata sekarang banyak sekali murid-murid SMP yang membawa sepeda motor sendiri-sendiri (sewang-sewangan). Saya pikir ini adalah modal yang sangat berharga karena dengan sepeda motor maka perjalanan bisa lebih singkat dan mungkin banyak waktu yang bisa dimanfaatkan ya untuk belajar tentunya. Jadi tidak ada alasan lagi kalau murid bawa motor terus capek dan ngantuk di kelas. Mudah-mudahan hasil yang diperoleh pun maksimal dan keadaan pendidikan kita tidak disepelekan lagi dan tentunya bisa bersaing dengan daerah-daerah lainnya.

Pada dasarnya tidak ada yang berbeda antara kita sebagai orang cidaun dengan orang lain yang hidup di daerah perkotaan, 'MEREKA MAKAN NASI, KITA PUN MAKAN NASI', There is no Different. Dengan semangat dan daya juang tinggi, kita yakin BISA.

yah sedikit pelajaran yang bisa dipetik adalah :
1. Pendidikan adalah milik semua, jadikanlah segala rintangan dan hambatan sebagai pelecut semangat kita untuk lebih baik
2. Letak geografis bukanlah rintangan yang terus menerus dijadikan alasan
3. Sebelum kita lahir, Kita tidak memohon kepada Alloh untuk dilahirkan dari rahim siapa maupun tempatnya dimana, hal ini berarti bahwa dari rahim siapapun kita lahir dan dimanapun kita lahir, yakinlah itu adalah anugerah Alloh yang sangat luar biasa
4. 'MEREKA MAKAN NASI, KITA PUN MAKAN NASI'
5. Tetap Semangat ah pamiarsa....
Mohon maaf kalau tulisannya acak adut, maklum amatiran

by : KCB (Ketika Cidaun Bertasbih)


10:55 | 2 komentar

Peta Wisata Jawa Barat

Written By cidaun on Wednesday, 1 September 2010 | 02:42


Sebagai Provinsi dengan jumlah Kabupaten dan Kotamadya yang lumayan banyak, Jawa Barat mempunyai jumlah lokasi wisata yang lumayan banyak juga, diantaranya yang sudah terkenal ada Pantai Pangandaran di selatan Kota Ciamis, Situ Patenggang di Kabupaten Bandung dan Gedung Perundingan Linggarjati yang berada di Kabupaten Kuningan

Selain beberapa lokasi wisata di atas yang sudah cukup dikenal luas, ada juga beberapa lokasi wisata yang belum terlalu diketahui umum misalnya Pantai Jayanti di selatan Kabupaten Cianjur. Pantai ini tepatnya terletak di Kecamatan Cidaun Cianjur. Pantai yang masih indah dan bersih ini baru diketahui oleh sebagian orang saja. Jika Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dapat lebih mengembangkan keberadaan pantai tersebut, mungkin pantai tersebut akan lebih terkenal seperti halnya Pantai Pangandaan, Pantai Pameungpeuk, atau Pelabuhan Ratu di Sukabumi.

Setiap daerah atau kabupaten mungkin memiliki potensi untuk dijadikan lokasi wisata atau obyek wisata. Hal itu bergantung kepada Pemerintah Daerah masing-masing untuk mau atau tidaknya mengembangkan sektor pariwisata dari potensi yang dimiliki daerahnya.
02:42 | 1 komentar