Sepintas kalau membaca judul tulisan ini diatas, memang terasa asa gaya teuing, tapi teu nanaon, supaya rada gaya siga wartawan. karena memang saya adalah wartawan (wartawan = pewaris harta Pa wawan, lumayan harta nu diwariskeun berupa gigi palsu yg ditemukan di citihuk..stop ah). Kembali saya membuat tulisan ini lagi-lagi terinspirasi dengan perjalanan yang sering saya lakukan melewati terjalnya batu-batuan dalam perjalanan bandung-cidaun (lewat ciwidey). Sebelumnya saya ingin pamer beberapa alternatif jadwal perjalanan saya biar gaya :
- dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Minggu siang
- dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Senin pagi
- dari Bandung Minggu pagi, pulang dari Cidaun Minggu Siang (hari itu juga)
- dari Bandung Sabtu, terus lama ga balik balik lagi ke Bandung (da tijurahroh ka jurang, jd perlu pemulihan)
Nah, tulisan ini sangat terinspirasi oleh jadwal perjalanan yang warna merah diatas (yaitu - dari Bandung Sabtu, terus pulang dari cidaun Senin pagi). Tanya Kenapa ??? (Emang kenapa, kenapa ih pengen tau....alay tea gening)
Karena eh karena, judi itu DILARANG,, eh salah. ini yang benar : Karena ternyata kalau saya pulang lagi dari Cidaun hari Senin pagi atau bahkan subuh, maka di jalan saya bakal banyak berpapasan dengan murid-murid sekolah baik dari tingkat SD - SMA yang sedang berangkat ke Sekolah. Sekilas memang tidak ada yang istimewa ataupun Ruarrr Biasa.
Tapi tunggu dulu,
Pikiran saya langsung berfikir, ketika murid-murid sekolah di kota menggunakan moda transportasi umum (angkot) untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh ke sekolahnya. tapi berbeda dengan wilayah cidaun dan sekitarnya, karena memang belum ada moda transportasi umum (angkot) kecuali ojeg itupun mahal. jadi mereka kebanyakan berjalan kaki untuk dapat sampai ke sekolah. yang membuat saya 'gogodeg' ternyata jarak antara rumah ke sekolahnya tidak jarang mencapai 1 km - 5 km.
Kebetulan saya sendiri dulu waktu sekolah di tingkat SMP, setiap pagi harus mencapai jarak kurang lebih 1 km (antara kaum - kertajadi) (mun ayeuna mah kudu jalan kaki ti kaum ka kertajadi haroream teuing, kajeun beunghar). tapi saya sendiri masih bersyukur apabila dibandingkan teman-teman se-angkatan lainnya yang harus menempuh jarak yang lebih jauh. Misalnya ada teman saya yang harus menempuh jarak kurang lebih 5 km dengan jalan kaki ke SMP (pelabuhan jayanti - kertajadi), terus ada juga yang harus menempuh jarak kurang lebih 7 km dengan jalan kaki (Cijamu - kertajadi), pernah dulu saya bertanya kepada mereka, ternyata mereka harus harus sudah berangkat ke SMP dari jam 5 pagi (itupun dengan medan yang lumayan menakutkan, kala zaman itu mah). Belum lagi kalau pas hari Selasa karena hari selasa adalah pasar mingguan), jadi sangat menakutkan ketika harus melewati jembatan gantung peninggalan Belanda sepertinya (karena memang saat itu jembatan satu-satunya hanya itu dan panjang pula), karena pas hari pasar banyak yang melewati jembatan tersebut, yang pasti bergoyang alias 'oyag' (kabayang mun runtuh eta sasak, tos tinggal nami we sigana mah)
Memang tak ayal, akibat jauhnya rute perjalanan yang jauh dan ditempuh dengan jalan kaki, jadi pas sampai ke sekolah yang ada adalah capek dan ngantuk (dan yang membuat mengganggu adalah 'barau kelek', da meureun saking jauh-na jadi weh kesangan, kecuali saya, da saya mah harum mewangi dan tidak jorok karena sering membantu Ibu,,teu nyambung jek).
Berikutnya ketika perjalanan saya pas melewati daerah Cijamu - Wangun, maka banyak dijumpai murid berseragam SMP, mereka harus berjalan kaki sekitar 4 km menuju SMP, saya tahu 4 km karena saya coba menghitung indikator 'km' pada motor saya (bangga boga motor butut ge). Memang kadang-kadang mereka sok megat, ya nyari tumpangan gratis. Sebagai orang yang berjiwa sosial tinggi (padahal mah wadul), saya juga sok terketuk hati dan mengangkut sampai di sekolah (namun sayang sekali,hingga saat ini belum pernah ada murid cewe nu megat, pada jararaim lah atau sieuneun meureun nya).
Selain itu juga ketika sampai di daerah Kecamatan Naringgul banyak murid yang berseragam SMA, rupanya meeka akan berangkat sekolah ke daerah Balegede, rupanya tidak dsangka tidak diduga, jarak Naringgul - Balegede kurang lebih 7 km, itupun dengan medan yang mananjak dan menurun (matak coplok tuur).
Makanya mungkin mengapa pendidikan di cidaun kala itu tidak terlalu bisa bersaing dengan kecamatan lainnya yang notabene berada di daerah perkotaan, mungkin ya salah satunya karena faktor jarak dan medan yang harus ditempuh menuju ke sekolah (ah nyanyahoan we ieu mah). karena dengan jarak yang lumayan jauh dan ditempuh dengan berjalan kaki, maka ketika sampai disekolah yang dirasakan adalah capek dan ngantuk (tapi mungkin tidak semua nya), kasarnya boraah rek mikiran mata pelajaran nu diajarkeun, awak ge masih raringsek keneh, belum pas pulangnya sekitar jam 2 dari sekolah maka bisa-bisa sampai di rumah sekitar ashar atau lebih (wah iraha diajarna nya, komo deui nu can masuk listrik mah pake cempor meureun nya, kabyang hararideung we meureun liang irung teh, punten ah).
Tapi buat saya sendiri sebagai warga asli, tulen, pituin Cidaun, hal yang diutarakan diatas justru sebuah pelajaran bahwa dengan berangkatnya kita ke sekolah minimal punya SEMANGAT yang luar biasa dan bisa dikatakan sebuah perjuangan yang tidak biasa untuk memperoleh pendidikan.
(Jembatan Cidamar saat ini) |
Tapi saya juga mencoba mengamati keadaan sekarang, dimana Insya Alloh kehidupan sekarang lebih baik, dimana akses jalan sudah lumayan bagus (rada diaspal, meskipun butut keneh), terus jembatan yang sudah permanen, dan yang tidak kalah pentingnya ternyata sekarang banyak sekali murid-murid SMP yang membawa sepeda motor sendiri-sendiri (sewang-sewangan). Saya pikir ini adalah modal yang sangat berharga karena dengan sepeda motor maka perjalanan bisa lebih singkat dan mungkin banyak waktu yang bisa dimanfaatkan ya untuk belajar tentunya. Jadi tidak ada alasan lagi kalau murid bawa motor terus capek dan ngantuk di kelas. Mudah-mudahan hasil yang diperoleh pun maksimal dan keadaan pendidikan kita tidak disepelekan lagi dan tentunya bisa bersaing dengan daerah-daerah lainnya.
Pada dasarnya tidak ada yang berbeda antara kita sebagai orang cidaun dengan orang lain yang hidup di daerah perkotaan, 'MEREKA MAKAN NASI, KITA PUN MAKAN NASI', There is no Different. Dengan semangat dan daya juang tinggi, kita yakin BISA.
yah sedikit pelajaran yang bisa dipetik adalah :
1. Pendidikan adalah milik semua, jadikanlah segala rintangan dan hambatan sebagai pelecut semangat kita untuk lebih baik
2. Letak geografis bukanlah rintangan yang terus menerus dijadikan alasan
3. Sebelum kita lahir, Kita tidak memohon kepada Alloh untuk dilahirkan dari rahim siapa maupun tempatnya dimana, hal ini berarti bahwa dari rahim siapapun kita lahir dan dimanapun kita lahir, yakinlah itu adalah anugerah Alloh yang sangat luar biasa
4. 'MEREKA MAKAN NASI, KITA PUN MAKAN NASI'
5. Tetap Semangat ah pamiarsa....
Mohon maaf kalau tulisannya acak adut, maklum amatiran
by : KCB (Ketika Cidaun Bertasbih)
2 komentar:
hahahahahaaaaa...
sumpah seru2 isi postingan nya!
jd pingin ke Cidaun..
kalau boleh tau, di Cidaun itu desa mana yg paling tertinggal?
paling gawatlah pokoknya, gawat segala2nya gituh.. ada?
oya, jembatan yg mengirikan itu namanya jembatan apa? jembatan Cidamar yah?
ada gak pict waktu belum permanen alias masih mengerikan?
sssiiiiip lah semangat cianjur selatan HIDUUUPP
Post a Comment